Tantangan Dalam Membangun Platform Edukasi Global
quipperschoolindonesia:
Masa, CEO Quipper, bulan Juni lalu berpidato dalam acara COMPUTEX TAIPEI, salah satu konvensi teknologi terbesar di Asia. Masa menyampaikan tentang mengapa beliau mendirikan Quipper, tantangan dalam dunia ed-tech (teknologi pendidikan) dan visi beliau bagi pendidikan di masa yang akan datang.
Berikut ini naskah pidato perkenalan yang sudah disampaikan oleh Founder Quipper School dalam acara COMPUTEX TAIPEI !
Selamat siang, perkenalkan saya Masayuki Watanabe. Saya adalah pendiri dan CEO dari perusahaan pendidikan berpusat di London, Quipper. Saya akan terbuka dan terang-terangan kepada Anda hari ini. Saya akan memberitahukan kepada Anda apa saja kesulitan yang dihadapi oleh sebuah perusahaan, dalam membangun platform pendidikan global.
Karir saya (Founder Quipper School)
Pertama-tama, mari kita dahulukan bagian yang membosankan: saya.
Saya bergabung dengan McKinsey setelah lulus pada tahun 1997. Saya belajar banyak hal di sana, namun keberuntungan terbesar saya adalah saat bertemu dengan seseorang yang sangat brilian, Tomoko Namba – seorang pebisnis yang sangat saya kagumi, sekaligus orang yang membuat saya merasa beruntung karena dapat membentuk hubungan kerja yang kuat dengannya.
Pada tahun 1999, Namba meninggalkan McKinsey. Begitu pula dengan saya.
Bersama Namba, kami mendirikan perusahaan game sosial, DeNA. Selama 10 tahun bersama DeNA, saya mengawasi banyak proyek dan layanan web, termasuk e-commerce (transaksi komersial melalui internet), lelang online, merger & akuisisi internasional, game dan banyak sektor lainnya — saya rasa lebih banyak dari yang dapat ditangani orang lain. Masa tersebut adalah masa yang paling mengasyikkan dalam hidup saya — masa dimana saya belajar dengan konstan.
Kepribadian saya (Founder Quipper School)
Namun masa saya di DeNA hanya setengah dari perjalanan saya. Mungkin kurang dari setengah.
Inspirasi terbesar saya dalam kehidupan, saya dapat dari bepergian (travelling), melebihi pengalaman bisnis saya. Namun apa yang saya pelajari selama perjalanan saya sangat sedikit kaitannya dengan budaya mancanegara, atau sejarah besar planet kita, atau peninggalan kita sebagai manusia — yang saya pelajari lebih bernilai, dan lebih menekan — lebih mendesak — daripada hal-hal lain.
Saya belajar betapa beruntungnya saya.
Saya sudah mengunjungi lebih dari 30 negara, dan semenjak masa sekolah, saya telah menjadi pengunjung yang sensitif. Saya banyak menghabiskan waktu saya di kamp pengungsi, bahkan pernah juga membantu untuk membangun sekolah-sekolah. Selama menjadi sukarelawan, saya dihadapkan dengan kenyataan sederhana namun menakutkan: jika Anda dilahirkan di negara miskin, kesempatan Anda sangat kecil untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dan tanpa pendidikan utama tersebut, kesempatan Anda akan menurun drastis. Saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri, bagaimana hal tersebut menyebabkan orang-orang berada pada situasi yang semakin menyulitkan.
Dan itulah titik awal dari Quipper.
Quipper: Ide
Idenya sederhana, namun sangat kuat.
Saya ingin hidup di dunia dimana setiap orang, terlepas dari status ekonomi dan lokasi tempat tinggal, dapat mengakses materi pendidikan dengan kualitas terbaik secara murah — atau bahkan gratis; dunia dimana anak-anak di pelosok Nigeria dapat belajar matematika dari profesor ternama di Inggris Raya; dimana nelayan Uruguay dapat belajar teknologi memancing terbaik dari guru di Cina.
Di Quipper, kami sering menyebut diri kami sebagai “Distributors of Wisdom (Penyalur Pengetahuan)”. Tujuan kami adalah untuk merevolusi cara orang belajar dan berbagi pengetahuan, dengan memanfaatkan internet mobile.
Quipper: Awal mula
Saya mendirikan Quipper tahun 2010 di London. Ada 3 kekuatan pendorong yang membuat Quipper tercipta. Pertama, Saya ingin berbuat sesuatu tentang ‘kemiskinan ilmu’ yang muncul karena faktor kemalangan seorang anak karena dilahirkan dari keluarga miskin. Saya sangat terkejut melihat keadaan tersebut dari pengalaman menjadi relawan membantu orang-orang yang kurang beruntung dari saya.
Kedua, saya merasa internet dan pendidikan adalah pasangan yang cocok. Dengan menggunakan internet, kecerdasan seorang guru dapat menyentuh hidup jutaan pelajar, dan biaya marjinalnya mendekati angka nol. Dengan mengumpulkan data pengguna, kami dapat beradaptasi dan menyesuaikan pengalaman belajar. Performa dan hasil belajar dapat diukur secara cepat, dan proses belajar mengajar dapat menjadi lebih kolaboratif, inklusif dan menyenangkan daripada sebelumnya.
Yang terakhir, saya rasa ini waktu yang tepat bagi Quipper. Dengan menurunnya biaya perangkat teknologi dan semakin menyebarnya perangkat berbasis internet — serta bervariasinya pengalaman mengerjakan proyek online — membuat saya merasa bahwa waktu yang sempurna akhirnya tiba. Saya bahkan merasa tersentuh dengan takdir — bahwa saya telah hampir ‘dipilih’ untuk mengerjakan tugas ini. Ketika Anda merasa selalu beruntung dalam hidup, Anda akan mulai memiliki pemikiran-pemikiran seperti ini.
Pastinya, perasaan tersebut tidak berlangsung lama ketika saya menyadari skala tantangan yang kami hadapi. Namun saya akan menjelaskannya nanti!
Quipper: Platform
Hingga detik ini, platform kami telah digunakan oleh lebih dari 9 juta pelajar, dan mereka telah mengerjakan lebih dari 250 juta soal. Kami telah mengumpulkan dana sebesar lebih dari $10M dari perusahaan pemodal ternama seperti Atomico di London, dan Globis Capital Partners di Tokyo. Sekarang kami memiliki kantor-kantor di London, Tokyo dan Manila, dan berkembang sangat pesat.
Berikut ini adalah gambaran singkat tampilan platform Quipper.
Seperti yang dapat Anda lihat, platform kami meliputi 3 komponen utama: Creation (Penyusunan), Assessment (Penilaian) dan Learning (Pembelajaran).
Penyusunan: kami bekerja dengan ratusan penerbit pendidikan dan guru-guru terkemuka untuk menciptakan materi pembelajaran dengan kualitas tinggi, serta membuat layanan kami tersedia secara gratis bagi para guru di seluruh dunia.
Penilaian: guru dapat menggunakan materi-materi kami dan menugaskannya ke siswa, sembari mengikuti dan memonitor proses belajar siswa mereka.
Pembelajaran: siswa dapat menerima tugas mereka dimana pun mereka berada, dengan menggunakan perangkat berbasis internet apapun yang mereka miliki.
Seperti yang Anda lihat, seluruh proses ini terjadi secara online, dengan apa yang disebut cloud. Saya akan memberikan sebuah tautan pada layanan kami setelah acara hari ini, sehingga Anda dapat menjelajahi layanan kami secara detail.
Tantangan
Sekarang setelah Anda mendapatkan gambaran tentang visi dan metode kami, izinkan saya menjelaskan kepada Anda tentang tantangan-tantangan yang tadi saya sebutkan. Pada akhirnya, ada ribuan orang di dunia dengan ide dan visi yang serupa. Industri ed-tech, khususnya, telah melihat banyak visi besar yang berkahir pada kegagalan.
Mengapa bisa begitu? Setelah bekerja di dalam industri ini selama beberapa tahun, saya menemukan bahwa terdapat 2 tantangan utama yang harus diatasi untuk menuju kesuksesan. Yang pertama adalah sikap komparatif dalam industry ed-tech dan profesi mengajar. Yang kedua adalah kesulitan dalam memahami layanan kami dengan benar — menyatukan internet mobile dengan pendidikan, tanpa mengorbankan pengalaman dalam menimba ilmu.
Dan berikut ini adalah pelajaran yang telah saya dapatkan dalam mencoba mengatasi tantangan-tantangan tersebut.
Keseimbangan
Pelajaran pertama adalah: keseimbangan. Sangat penting untuk dapat memiliki keseimbangan antara “layanan web” dan “layanan pendidikan”. Kebanyakan perusahaan ed-tech lain hanya mementingkan pada satu sisi, lalu gagal menciptakan layanan yang benar-benar baik. Perusahaan ed-tech yang berdasarkan pada web hanya berakhir dengan menyediakan apapun yang sedang menjadi tren dalam industri web, tanpa memperhatikan pada dampak akademis yang sebenarnya. Anda perlu berhati-hati pada kata-kata berikut ini — ‘pendidikan yang dikemas seperti game’, ‘pembelajaran adaptif’, ‘edukasi menggunakan big data’.
Tentu saja beberapa kata kunci tersebut merujuk pada inovasi original dan transformatif, namun banyak yang tidak didukung dengan penelitian akademis yang teliti.
Di sisi lain, perusahaan pendidikan tradisional sering gagal untuk memanfaatkan teknologi web, kebanyakan dari mereka hanya mencoba meniru apa yang pernah sukses sebelumnya. Menyeimbangkan teknologi dan tradisi bukanlah hal yang mudah, namun sangat penting.
Kunci utamanya adalah percobaan
Pelajaran kedua adalah bahwa percobaan merupakan kunci utama. Kami bertanggung jawab 100% atas kualitas layanan kami — semu siswa pengguna kami pun mengandalkannya — namun bukan berarti bahwa kami takut untuk mencoba hal baru jika ada suatu hal yang tidak bekerja dengan baik.
Akan menjadi sangat arogan untuk mengasumsikan bahwa kami dapat memberikan layanan terbaik semenjak hari pertama. Banyak perusahaan gagal dengan visi besar namun keras kepala karena mereka tidak menanggapi perhatian/permasalahan dari para pengguna. Peningkatan dan perbaikan harus dilakukan secara berulang, dan merespons kebutuhan yang diperlukan para pengguna.
Tentu saja kami juga tidak dapat dan tidak seharusnya menjadi terlalu eksperimental dengan pendidikan para siswa, namun untuk memberikan layanan terbaik, kami harus siap untuk beradaptasi ketika data yang masuk mengatakan kami harus melakukan sesuatu.
Persoalan bukan pada teknologi
Pelajaran terakhir adalah: persoalan bukan pada teknologi. Yang menjadi penting adalah bagaimana teknologi tersebut digunakan.
Kita cenderung percaya bahwa teknologi selalu revolusioner dan menyebabkan gangguan, namun esensi dari pendidikan itu sendiri tidak pernah berubah selama bertahun-tahun. Tidak seharusnya kita melebih-lebihkan dampak dari teknologi, atau mencoba untuk memaksa revolusi demi kepentingan revolusi itu sendiri. Kita seharusnya memanfaatkan teknologi untuk menawarkan bahwa apa yang kita tahu sudah cukup baik, dengan cara seefektif mungkin.
Dalam ed-tech, pendidikan selalu diutamakan.
Tiga hal itulah yang telah saya pelajari mengenai jebakan-jebakan di dalam dunia ed-tech semenjak saya mendirikan Quipper.
Tentunya, masih banyak lagi yang harus dipelajari — dan kurva pembelajaran akan selalu terjal, namun dengan membahas isu-isu ini, saya percaya bahwa kita semakin mendekati pelayanan terbaik yang kita inginkan terutama dalam pengalaman pembelajaran.
Perkenankan saya mengenalkan Quipper School, produk andalan kami. Saya akan menampilkan videonya terlebih dahulu.
[VIDEO] Saat ini, Quipper School telah digunakan oleh lebih dari puluhan ribu kelas di dunia, tapi kami memberikan fokus lebih kepada negara-negara Asia Tenggara. Saya dapat menjelaskan detail proyek ini dengan lebih spesisik dalam diskusi panel, namun untuk saat ini, saya ingin menyampaikan bahwa saya gembira melihat proses yang telah kami lalui dengan Quipper School, serta merasa bahwa kami siap untuk lebih berkembang lagi dan lagi.
Tentu saja tidak mudah untuk mencapai apa yang sudah kami dapatkan sekarang. Dibandingkan dengan sektor-sektor lain yang pernah saya hadapi saat masih di DeNA, sejauh ini pendidikan merupakan semacam kacang yang paling susah untuk dibuka kulitnya!
Tantangan untuk Quipper School
Tantangan pertama yang kami hadapi adalah mengenai lokasi. Kami memiliki visi global, namun pendidikan tetap menjadi urusan lokal, dan materi-materi yang digunakan para guru pun bermacam-macam di setiap levelnya, dari nasional hingga daerah, dari sekolah satu dengan sekolah lainnya, bahkan dari guru satu dengan guru lainnya. Bahkan dalam mengajarkan bidang studi yang sama, setiap guru ingin mengajar dengan cara yang berbeda, dan kami perlu mengakomodasi kebutuhan tersebut.
Sikap konservatif menjadi isu lain. Dan sangat sulit untuk mengubah kebiasaan lama. Hal ini biasanya berlaku bagi guru yang sudah sering mengajar menggunakan metodenya sendiri selama bertahun-tahun. Setiap guru adalah pembicara, penceramah, penghibur dan pengajar profesional yang terampil dan berpengalaman, dan mengubah kebiasaan mereka sering memerlukan penanganan dan dukungan yang besar.
Di atas dari segalanya, kami tidak bisa mengelak dari pertanyaan yang akan diajukan oleh jutaan orang: akankan layanan kami membuat anak-anak menjadi pintar? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan paling dasar bagi siapapun yang berada di dalam industri ed-tech, namun mengejutkannya, merupakan satu pertanyaan yang paling tidak mudah dijawab oleh perusahaan manapun.
Dengan Quipper School, kami telah berusaha untuk mengatasi dan memecahkan tantangan-tantangan berat tersebut. Dan hasilnya, kami memiliki retention rate (tingkat keberlanjutan) dan viral rate (tingkat penyebaran) yang tinggi. Yang menandakan, begitu para guru mulai menggunakan layanan kami, mereka akan langsung menyukainya, dan bersedia untuk terus menggunakannya dalam waktu yang lama.
Para guru tersebut juga memiliki koneksi yang luas dan baik, sehingga mereka cenderung saling berbagi ide. Banyak sekali pengguna awal kami yang telah memperkenalkan Quipper School kepada rekan guru mereka, yang selanjutnya menciptakan efek penyebaran. Beberapa dari mereka bahkan ada yang secara sukarela membuat video tutorial dan konten pembelajaran sendiri, para guru ini sangat membantu kami. Bekerja bersama dengan para guru yang sama-sama memiliki semangat untuk merintis sesuatu adalah hal yang paling menyenangkan bagi kami.
Dan mengenai pertanyaan yang diajukan jutaan orang tadi — apakah Quipper School membuat anak-anak kami menjadi pintar?
Kami telah bekerja sangat erat dengan Benesse, raksasa pendidikan di Jepang, untuk melihat mana yang dapat digunakan dan mana yang tidak. Dalam proses tersebut, kami telah menyerap banyak data pembelajaran dari pengguna kolektif. Menggunakan penelitian yang tepat, kami banyak belajar mengenai bentuk dari pembelajaran adaptif (yang benar), dan pedidikan yang dikemas dengan game (yang benar) secara langsung.
Saya selalu mengatakan kepada tim saya bahwa kita mengalami kemajuan dalam pendakian kita ke Gunung Pendidikan, namun perjalanan masih jauh. Perjalanannya pun tidak mudah — dan terkadang menegangkan. Namun yang dapat memberikan semangat kepada kami adalah senyuman para guru dan siswa ketika mereka menggunakan Quipper School. Mereka sangat bersemangat untuk belajar, dan kami di sini untuk menyediakan apa yang mereka inginkan.
Terima kasih.